Daftar Isi
Tabel Biografi Ki Hajar Dewantara
Aspek | Detail |
---|---|
Nama Lengkap | Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (kemudian Ki Hajar Dewantara) |
Tempat dan Tanggal Lahir | 2 Mei 1889, Pakualaman, Yogyakarta |
Tempat dan Tanggal Wafat | 26 April 1959, Yogyakarta, usia 69 tahun |
Keluarga |
- Ayah: GPH Soerjaningrat - Ibu: Raden Ayu Sandiah - Istri: Nyi Hajar Dewantara (lahir Sutartinah) - Anak: Asti Wandansari, Sudiro Alimurtolo, Syailendra Wijaya, Bambang Sokawati Dewantara, Ratih Tarbiyah |
Pendidikan |
- Europeesche Lagere School (ELS) - STOVIA (Sekolah Dokter Jawa, tidak lulus karena masalah kesehatan) |
Karir |
- Jurnalis di surat kabar seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, Poesara - Penulis kolom anti-kolonial |
Organisasi |
- Boedi Oetomo (1908) - Insulinde - Indische Partij - Indische Vereeniging - UNESCO |
Lembaga yang Didirikan |
- Nationaal Onderwijs Instituut Ampel (1919) - Perguruan Nasional Taman Siswa (3 Juli 1922, Yogyakarta) |
Peran Politik |
- Menteri Pendidikan Nasional pertama (2 September 1945 – 14 November 1945) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950) - Pemimpin Putera (1943, masa pendudukan Jepang) - Anggota Dewan Penasehat Pusat (4 Oktober 1943) |
Penghargaan dan Penghormatan |
- Bapak Pendidikan Nasional (1959, oleh Presiden Soekarno) - Pahlawan Nasional (28 November 1959, SK Presiden RI No. 305/1959) - Doktor Honoris Causa, Universitas Gadjah Mada (19 Desember 1956) - Wajah pada uang Rp 20.000 edisi 1998 - Kapal latihan Angkatan Laut, KRI Ki Hajar Dewantara - Google Doodle pada ulang tahun ke-126 (2 Mei 2015) |
Warisan |
- Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) - Slogan "Tut Wuri Handayani" diadopsi Kementerian Pendidikan - Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta - Pendidikan inklusif tanpa diskriminasi |
Karya Terkenal | "Als ik eens Nederlander was" (13 Juli 1913, De Expres) |
Pengasingan |
- Ditangkap 1913, diasingkan ke Pulau Bangka, lalu Belanda - Terpengaruh Fröbel, Montessori, dan Santiniketan Tagore |
Filsafat Pendidikan | "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" |
Wafat dan Pemakaman |
- Wafat di Padepokan Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta - Dimakamkan di Taman Wijaya Brata (29 April 1959) - Upacara pemakaman dipimpin Soeharto |
Latar Belakang dan Pendidikan
Ki Hajar Dewantara, lahir sebagai Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada 2 Mei 1889 di Pakualaman, Yogyakarta, berasal dari keluarga bangsawan Kadipaten Pakualaman. Ayahnya, GPH Soerjaningrat, adalah cucu Sri Paku Alam III, dan ibunya, Raden Ayu Sandiah, juga dari lingkungan kraton. Sebagai bangsawan, ia mendapat kesempatan menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar untuk anak-anak Eropa di Hindia Belanda. Ia kemudian masuk STOVIA (Sekolah Dokter Jawa), tetapi tidak menyelesaikannya karena masalah kesehatan, meskipun beberapa sumber menyebutkan beasiswanya dicabut oleh pemerintah kolonial pada 1910.
Karir Jurnalistik dan Aktivisme
Setelah tidak menyelesaikan pendidikan di STOVIA, Soewardi beralih menjadi jurnalis dan penulis. Ia bekerja untuk surat kabar seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, dan Oetoesan Hindia. Tulisannya dikenal komunikatif, tajam, dan patriotik, sering kali membangkitkan semangat anti-kolonial. Pada 1908, ia bergabung dengan Boedi Oetomo sebagai anggota seksi propaganda, menyuarakan kesadaran nasional. Bersama Ernest Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan Indische Partij, partai politik pertama beraliran nasionalis, meskipun tidak mendapat pengakuan hukum dari pemerintah kolonial karena dianggap mengancam.
Kritik terhadap Kolonialisme
Pada 1913, pemerintah Hindia Belanda berencana menggalang dana dari warga, termasuk pribumi, untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis. Soewardi mengecam rencana ini melalui tulisan berjudul "Als ik eens Nederlander was" ("Jika Saya Seorang Belanda"), yang dimuat di De Expres pada 13 Juli 1913. Berikut kutipan dari tulisannya:
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu."
Tulisan ini memicu kemarahan pemerintah kolonial, sehingga Soewardi ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Atas permintaan rekan-rekannya dari Tiga Serangkai, ia kemudian diasingkan ke Belanda, di mana ia mempelajari pendidikan dari tokoh seperti Fröbel, Montessori, dan Santiniketan keluarga Tagore.
Pendidikan dan Taman Siswa
Kembali ke Indonesia pada September 1919, Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara pada usia 40 tahun, meninggalkan gelar bangsawan untuk menunjukkan kesetaraan dengan rakyat. Pada 3 Juli 1922, ia mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan akses pendidikan bagi pribumi. Filosofi pendidikannya, "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" (Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan), kini menjadi motto Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia.
Peran Politik
Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam politik. Ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional pertama Indonesia dari 2 September 1945 hingga 14 November 1945 di bawah Presiden Soekarno. Pada 1950, ia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Selama pendudukan Jepang, ia memimpin organisasi Putera pada 1943 dan menjadi anggota Dewan Penasehat Pusat.
Penghargaan dan Warisan
Pada 1959, Presiden Soekarno menganugerahi Ki Hajar gelar Bapak Pendidikan Nasional atas jasanya dalam mengembangkan pendidikan. Ia juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada 28 November 1959 melalui SK Presiden RI No. 305/1959. Tanggal kelahirannya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Warisannya diabadikan melalui Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta, kapal latihan Angkatan Laut KRI Ki Hajar Dewantara, dan gambarnya pada uang Rp 20.000 edisi 1998.
Wafat
Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 di Padepokan Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta. Ia dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada 29 April 1959, dengan upacara pemakaman yang dipimpin oleh Soeharto.
Kesimpulan
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh visioner yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan dan kemerdekaan Indonesia. Melalui Taman Siswa dan filosofi pendidikannya, ia membuka jalan bagi pendidikan yang inklusif dan berbasis budaya. Warisannya terus hidup dalam sistem pendidikan Indonesia dan penghormatan sebagai Pahlawan Nasional.
Posting Komentar untuk "Biografi Ki Hajar Dewantara: Sang Bapak Pendidikan Nasional - Dilengkapi Tabel Ringkasan Biografi"