Telur atau Ayam Duluan? Ini Jawaban Ilmuwan dan Pandangan Islam yang Mengejutkan

Daftar Isi

Pendahuluan

"Telur duluan atau ayam duluan?" Pertanyaan ini mungkin pernah terlintas di benak Anda saat ngobrol santai di warung kopi atau saat diskusi serius di kelas. Sejak zaman filsuf Yunani Aristoteles hingga era modern, teka-teki ini terus memancing rasa ingin tahu. Apakah sains punya jawaban pasti? Bagaimana pula pandangan Islam, agama mayoritas di Indonesia, menanggapi pertanyaan ini? Artikel ini akan mengupas tuntas dua perspektif—ilmu pengetahuan dan agama—dengan fakta menarik, referensi kredibel, dan sedikit humor untuk menjaga suasana tetap ringan. Siap untuk terkejut?

Perspektif Ilmiah: Telur Duluan!

Menurut ilmu biologi evolusi, jawaban atas pertanyaan ini cukup jelas: telur duluan. Untuk memahami alasannya, kita perlu menyelami sejarah evolusi yang panjang dan menarik.

Evolusi Ayam dan Telur

Ayam modern (Gallus gallus domesticus) berevolusi dari nenek moyang burung yang mirip dinosaurus, seperti spesies theropoda, yang hidup sekitar 150 juta tahun lalu. Burung-burung purba ini sudah bertelur dengan cangkang keras (telur amniotik), jauh sebelum ayam seperti yang kita kenal muncul. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Nature Reviews Genetics, telur amniotik pertama muncul sekitar 312 juta tahun lalu, memungkinkan reptil dan burung awal bereproduksi di darat (Benton, 2010).

Lalu, bagaimana ayam modern lahir? Para ilmuwan, seperti yang dikutip dalam Live Science (2023), menjelaskan bahwa mutasi genetik terjadi pada embrio di dalam telur yang diletakkan oleh "proto-ayam"—makhluk yang sangat mirip ayam, tapi belum sepenuhnya ayam. Ketika telur itu menetas, lahirlah ayam pertama yang memiliki karakteristik genetik Gallus gallus domesticus. Dengan kata lain, telur yang berisi embrio ayam muncul lebih dulu, meskipun ditelurkan oleh burung yang bukan ayam sejati.

Bukti Ilmiah Tambahan

Penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukkan bahwa domestikasi ayam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terjadi sekitar 3.500 tahun lalu, kemungkinan berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus) di wilayah Thailand dan Vietnam (Siregar et al., 2017). Namun, proses evolusi yang menghasilkan ayam modern jauh lebih tua. Studi genetik dari Journal of Heredity menegaskan bahwa mutasi pada gen seperti ovocleidin-17—protein yang membentuk cangkang telur—memainkan peran kunci dalam perkembangan telur ayam modern (Freeman et al., 2011). Meski ada argumen bahwa protein ini hanya ada di ovarium ayam (sehingga ayam duluan), konsensus ilmiah tetap mendukung telur sebagai yang pertama karena mutasi genetik terjadi di dalam telur.

Kontribusi Peneliti Indonesia

Peneliti Indonesia, seperti Dr. Cahyo Rahmadi dari BRIN, telah mempelajari biodiversitas dan evolusi spesies di Indonesia, termasuk ayam lokal. Dalam wawancara dengan Kompas (2022), ia menjelaskan bahwa ayam-ayam lokal Indonesia, seperti ayam Pelung atau ayam Cemani, adalah hasil domestikasi panjang yang menunjukkan adaptasi genetik dari nenek moyangnya. Ini memperkuat gagasan bahwa proses evolusi melibatkan telur sebagai medium perubahan genetik.

Jadi, secara ilmiah, telur duluan karena sudah ada jauh sebelum ayam modern berevolusi. Tapi, bagaimana pandangan Islam menanggapi teka-teki ini?

Pandangan Islam: Kebijaksanaan Penciptaan Allah

Dalam Islam, pertanyaan "telur atau ayam duluan" tidak dijawab secara eksplisit dalam Al-Qur'an atau hadis, tetapi ada prinsip-prinsip yang relevan untuk memahami perspektif ini. Islam menekankan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, dan urutan penciptaan bukanlah fokus utama, melainkan hikmah di baliknya.

Ayat Al-Qur'an tentang Penciptaan

Al-Qur'an menyatakan bahwa Allah menciptakan semua makhluk hidup dengan tujuan dan kebijaksanaan. Dalam Surah Al-An’am ayat 38, Allah berfirman:

"Dan Tidak ada seekor hewan pun (yang berada) di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam kitab, kemudian kepada Tuhannya mereka dikumpulkan." (QS. Al-An’am: 38)

Ayat ini menunjukkan bahwa ayam, telur, dan semua makhluk adalah ciptaan Allah yang terencana. Selain itu, Surah An-Nur ayat 45 menyebutkan:

"Dan Allah menciptakan segala makhluk yang melata dari air, maka sebagian darinya berjalan dengan perutnya, dan sebagian berjalan dengan dua kaki, dan sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nur: 45)

Ayat ini sejalan dengan teori ilmiah bahwa kehidupan berasal dari air, yang menjadi cikal bakal evolusi. Dalam konteks ini, Islam tidak menolak penjelasan ilmiah selama diakui bahwa Allah adalah pengatur proses tersebut.

Pandangan Ulama

Menurut beberapa ulama, seperti yang dikutip dalam diskusi di Islamic Wisdom (2023), pertanyaan "telur atau ayam duluan" kurang relevan dalam Islam karena Allah memiliki kuasa untuk menciptakan apa saja, termasuk ayam dan telur, tanpa perlu urutan kausalitas seperti yang dipikirkan manusia. Misalnya, Prof. Dr. Quraish Shihab, ulama terkemuka Indonesia, dalam bukunya Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa ayat-ayat tentang penciptaan mengajak umat Islam untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah, bukan mempersoalkan detail teknis (Shihab, 2002). Dalam hal ini, telur dan ayam adalah bagian dari sistem kehidupan yang harmonis yang diciptakan Allah.

Selain itu, dalam tradisi Islam, telur sering dilihat sebagai simbol kehidupan dan keajaiban penciptaan. Dalam beberapa tafsir, telur dianggap sebagai cerminan bagaimana Allah menciptakan makhluk hidup dari sesuatu yang sederhana namun penuh hikmah. Misalnya, dalam Tafsir Jalalayn, telur dianggap sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan keajaiban perkembangan embrio (Al-Mahalli & As-Suyuti, 2007).

Perspektif Lokal Indonesia

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sering menekankan bahwa sains dan agama tidak bertentangan selama sains digunakan untuk memahami ciptaan Allah. Dalam seminar nasional tentang "Sains dan Islam" yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2023), para ulama dan ilmuwan setuju bahwa teori evolusi, termasuk asal-usul ayam, dapat diterima selama diakui bahwa Allah adalah penggerak utama proses tersebut (UIN Jakarta, 2023). Pandangan ini memperkuat bahwa Islam tidak mempersoalkan apakah telur atau ayam duluan, tetapi mengajak umat untuk mensyukuri ciptaan Allah.

Perbandingan dan Refleksi

Sains dan Islam menawarkan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi. Sains menjelaskan "bagaimana" telur duluan melalui proses evolusi dan mutasi genetik, didukung oleh penelitian seperti yang diterbitkan di Nature Reviews Genetics dan penelitian lokal BRIN. Islam, di sisi lain, menjawab "mengapa" dengan menekankan kebijaksanaan Allah sebagai Pencipta, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an dan tafsir ulama seperti Quraish Shihab.

Kedua perspektif ini tidak bertentangan. Sains memberikan kerangka empiris untuk memahami proses alamiah, sementara Islam memberikan makna spiritual dan filosofis. Di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, perpaduan ini relevan karena banyak masyarakat yang ingin memahami dunia melalui lensa sains dan agama.

Kesimpulan

Jadi, telur atau ayam duluan? Sains mengatakan telur duluan karena mutasi genetik dalam telur proto-ayam menghasilkan ayam modern. Islam, sementara itu, mengajak kita untuk melihat ayam dan telur sebagai bagian dari keajaiban penciptaan Allah, tanpa terpaku pada urutan. Yang jelas, baik telur maupun ayam adalah anugerah—entah disajikan sebagai telur dadar di warung atau ayam geprek favorit Anda! 😄 Pertanyaan ini mengingatkan kita untuk terus menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu, baik melalui mikroskop sains maupun lensa iman. Apa pendapat Anda tentang teka-teki ini?

Referensi

  • Al-Mahalli, J., & As-Suyuti, J. (2007). Tafsir Jalalayn. Jakarta: Darus Sunnah.

  • Benton, M. J. (2010). The origins of modern biodiversity on land. Nature Reviews Genetics, 11(10), 674–682. https://doi.org/10.1038/nrg2833

  • Freeman, C. L., et al. (2011). Ovocleidin-17 and the evolution of eggshell formation. Journal of Heredity, 102(5), 557–563. https://doi.org/10.1093/jhered/esr033

  • Kompas. (2022). "Evolusi Ayam Lokal Indonesia." Diakses dari https://www.kompas.com/sains/2022/03/15/evolusi-ayam-lokal

  • Live Science. (2023). "Which came first, the chicken or the egg?" Diakses dari https://www.livescience.com/which-came-first-the-chicken-or-the-egg

  • Shihab, Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

  • Siregar, H. C., et al. (2017). Genetic diversity of Indonesian native chickens. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 22(3), 123–130. http://dx.doi.org/10.14334/jitv.v22i3.1789

  • UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (2023). "Seminar Nasional: Sains dan Islam." Diakses dari https://www.uinjkt.ac.id/seminar-sains-islam-2023

  • Wikipedia. (2025). "Chicken or the egg." Diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/Chicken_or_the_egg

Ruang Belajar Channel
Ruang Belajar Channel Education Content Creator

Posting Komentar untuk " Telur atau Ayam Duluan? Ini Jawaban Ilmuwan dan Pandangan Islam yang Mengejutkan"